Jumat, 30 Januari 2009

Dear

Dear...
panggilku untukmu
kekasih yang seorang
melekat kuat di hati
memberi semangat
melewati hari

Walau jauh kau tak di sisi
hangatmu dekat lewat hati

Karena padaku ada hatimu
dan padamu ada hatiku

Selasa, 27 Januari 2009

Koma

Kepada pengembara hati,
kawanku bertukar kata,
pengisi kosong di waktu senja,
aku ingin bertanya padamu kawan,
tentang kabarmu disana,
kehidupanmu diluar bingkai surat,
temanmu selain aku yang tak bermaya,
adakah kekasih pengisi hatimu,
atau mungkin kau pun sendiri sepertiku,
sendiri dan terus merasa sepi,
atau kau mungkin sedang menuju kemari,
menemui sahabat pena mu ini,
atau mungkin kau sibuk dengan keseharianmu,
suratku terakhir belum lagi kau balas,
aku menunggu lama untuk selembar suratmu,
mengisi hariku dengan senyum puas,
membaca isi hidupmu lewat kata-kata,
seakan aku ikut serta dalam sejarah hidupmu,
karena itu aku layangkan surat ini sobat,
selembar surat tanpa akhir,
yang tidak menggunakan titik,
karena aku berharap surat ini terus berlanjut kawan,
karena surat ini tak akan berakhir tanpa titik

Jumat, 23 Januari 2009

Jangan Paksa

Ketika hati dipaksa bicara
tentu bukan dengan cinta jawabnya
tidak juga sejujur nurani.
Ketika hati dipaksa terbuka
tentu ada engsel yang patah
rusak oleh paksaan.
Ketika hati dipaksa bercinta
jiwanya akan binasa
terkikis masa tanpa rasa.

Yang Pertama

Hatiku gugup sepanjang malam
menunggu satu kepastian.
Kekuatan kata cintamu di senja hari
masih terngiang jelas
merayuku jangan lelap oleh mimpi.
Kutakut semua hilang terbawa
bunga tidurku malam ini.
Dirimu selalu ada
disetiap bunyi detak jam dinding
disetiap cangkir teh hangat manis
disetiap kepulan asap rokok
disetiap mata ini pejam
disetiap kali kutatap telepon
menunggu panggilan cinta
yang baru pertama begitu gila

Kamis, 22 Januari 2009

Opium Cinta

Auramu kasih
memancar mengelilingiku
seperti kabut yang turun ke bumi
menghalangi terawangku
mengaburkan penglihatanku
membutakanku dari segala busukmu.
Gelombang rayuanmu kasih
menenggelamkan sisi kelammu
memaksaku terpana
menganggapmu sempurna
membuatku sungguh terlupa
dirimu hanya manusia biasa

Mortally

Pusaran itu yang terus menggulung berderu
menelan seluruh mampuku untuk berkeluh.
Serasa jasadku kehilangan sumber tenaganya.
Apa yang paling aku takutkan
adalah kehilangan kendali atas perasaanku.
Tubuh ini menjadi liar tanpa kendaliku.
Jika itu terjadi...
dan memang sedang terjadi...
Aku butuh tempat paling aman.
Kamar...
yang kosong dan sunyi.
Tempatku menyembunyikan air mata
dari dunia yang nyata.
Membuat nyaman otakku
dalam dunia khayal yang indah.
Dan berharap aku tak perlu lagi
bangun untuk meneruskan hidup.
Terkadang menipu itu baik.
Menghilangkan beberapa kilo lemak di badanku.
Atau membuatku yakin bahwa
hidup di dunia mimpi tak akan membunuhku.
Aku tak akan mati...
hanya terus bermimpi.
Hingga akhirnya nanti... dan pasti...
aku terbangun dengan perut yang sakit kelaparan
dan bibir yang kering kurang cairan.
Walau dunia khayal itu indah tanpa rasa sakit
tapi aku tetap terkurung di jasad yang menuju mati.

Selasa, 20 Januari 2009

Pedih

Mimpi yang kuharap menjadi nyata
tak sanggup lagi ku perjuangkan.
Malam ini dengan berurai air mata
kusudahi semuanya.
Meski pada akhirnya firasatku
menang melebihi keteguhan hati.
Meski semua tak berjalan
sesuai keinginan hati.
Aku tak akan menang
walau terus meronta.
Lebih baik kubunuh
semua kenangan yang ada.
Kembali menjadi awal
yang putih dan bersih
walau harus melalui
siksaan terbakar pedihnya
api asmara.
Jujur pada diri sendiri,
menerima kenyataan
bahwa mimpi
tak selalu menjadi nyata.

Senin, 19 Januari 2009

Akhir

Kasih...
Bila kuputus semua nadi di tanganmu
adakah merah darahmu
semerah cintamu dulu
karena ku inginkan merah itu
oh, kasih...
ku ingin merah itu seperti yang dulu lagi
kasih...
Kau janjikan padaku
hanya untukku
dan ku tak kan rela, kasih...
cintamu...
kau berikan yang lain.
Bila putus semua nadi di tanganmu
oh, kasih...
adakah merah darahmu
masih semerah yang dulu...
karena ku inginkan merah itu
oh,kasih...
seperti yang dulu lagi
kasih....
kau janjikan padaku
hanya untukku
dan ku tak pernah rela, kasih...
kau beri cintamu
pada yang lain...
Karena itu...
Akhir yang paling menyedihkan

Pergi

Saat aku bertanya pada diriku sendiri,
apakah benar cinta ini masih kujalani ?
Tak ada lagi denyut-denyut asmara kurasa
dalam nadi percintaan kita.
Sekuat apa kubertahan dari terpaan
badai cemburu dan penantian tak pasti,
percuma kalau hanya aku sendiri.
Kutanya dimana dirimu saat ini.
Seharusnya kau temani aku menantang badai
diatas perahu reyot ini.
Perpisahan bukan hal yang menyakitkan
dibanding penantian tak pasti
dan sendiri.

Senin, 12 Januari 2009

Hati Pelacur

Kusulut sebatang rokok menthol yang kusuka.
Asapnya membuat perih mataku,
menyamarkan air mata yang kutahan sejak pagi.
Kata orang, putus cinta itu sakit melebihi sakit gigi.
Tapi bagiku, sakit macam ini sudah terlalu sering menghampiri.
Riwayat hidupku diusia ke dua puluh menjadi awal semua itu.
Saat pertama jatuh cinta dan ciuman pertama yang dahsyat menggebu.
Juga setiap kegagalan yang kuterima,
berharap kelak semua akan berhasil kujejalkan lewat pintu maaf.
Aku terlalu egois untuk memaafkan, dan jujur aku selalu berharap
mereka itu yang pernah menyakitiku semoga cepat celaka.
Tapi semakin aku benci...
Hatiku makin lantang meneriakkan cinta.
Dasar anak bau kencur.
Hatiku tak lebih dari sarang uji coba untuk cinta dan persetubuhan.
Aku merasa kotor dan hina, terinjak-injak.
Apa yang dulu kukira indah ternyata melebihi neraka,
walau aku tak pernah sentuh neraka... tapi aku sanggup membayangkan
melalui kata-kata dalam kitab dan naskah agama.
Sempat aku memilih mati daripada menderita karena cinta.
Bodoh...
perlahan hatiku tak beda dari pelacur, kurasa.
Mencari cinta yang sejati diantara ribuan yang jalang.
Mungkin suatu saat nanti aku akan cukup beruntung
menyentuh salah satu yang sejati itu.
Dan ia pun memilihku.
Atau aku akan mengulang, mencabik perasaanku.
Merayap dan menjajakan tubuh ini,
Karena bagiku...
Walau cinta hanya semalam...
Persetubuhan itu mengalirkan cinta.
Lewat keringat dan sentuhan.
Setidaknya, disitu ada cinta.

Naif

Malam ini sama seperti malam yang sudah-sudah.
Dingin... dan sendiri.
Semua pesan yang kukirim tak berbalas.
Mungkin aku satu-satunya makhluk malam yang bertahan.
Atau kemana mereka pecundang yang dulu berjanji menemaniku setiap waktu?
Aku tak lagi percaya dengan apa kata orang.
Tapi aku pun tak menyangkal, aku butuh mereka.
Bukan satu cinta yang sendiri menunggu disini.
Aku ingin ada tangan erat memeluk ku walau sesaat.
Pertemuanku yang tak lebih dari dua hari.
Tapi sanggup mengalahkan kesendirianku menantinya sepanjang ratusan malam.
Aku di pihak yang kalah.
Hati yang terlalu naif mempercayai cinta,
yang rela sakit dalam penantian daripada mencari cinta lainnya.
Aku jatuh cinta...
dan mungkin tak lama lagi,
mati oleh cinta.
Aku tak perduli itu...
Asal aku boleh mati dalam pelukan cintanya.

Sabtu, 03 Januari 2009

Teguh

Hati yang tertimbun berat pikulan dunia.
Bongkahan emosi jiwa yang menekan jasad ke tanah
tanpa menyisakan ruang untuk bernafas lega.
Hati yang sanggup melewati derita, adalah hati ku
yang telah bernyali untuk mencoba

Walau jeritan perih tak mampu tembus kerasnya batu
tapi hatiku tak henti menjerit.
Bukan untuk di dengar, tapi untuk menyadarkan.
Bahwa aku masih hidup dan tengah berperang.
Bahwa air mata yang tumpah tak setimpal darah pahlawan.

Ketika semangatku pudar luntur bersama peluh dan air mata.
Mata ini akan tetap terbuka.
Menyilaukan dunia dengan keteguhan dan harapan
bahwa aku manusia biasa yang bertekad melebihi kokohnya batu karang.
Keras kepala ini bukan lagi kutukan.
Keras kepala ini memaksaku berduel menantang maut.