Sabtu, 07 November 2009

Di Penghujung

Saat hidup menyeret kita menuju jalan yang bahkan kita tak kenal. Tak tahu kemana ujungnya. Apakah kepalan tangan kita akan sanggup menghentikan langkah. Ketidakberdayaan, pasrah membiarkan nasib menyayat kulit kehidupan. Hingga ketika langkah ini sampai di penghujung jalan, dimana air mata kita tak lagi bersisa. Kering kerontang kita habiskan untuk menangis diperjalanan. Bahkan tak bersisa untuk tangis bahagia, ataupun tangis histeris karena takut yang mendalam. Tak lagi ada. Kita terlanjur menjadi boneka tanpa jiwa tanpa rasa. Jasad yang digerakkan mesin roda nasib.

Tak Sama

Hari yang biasa, seperti sebelumnya.
Segumpal asa menghampiri lewat jendela.
Samar wangi rerumputan, suara gemericik air riak gembira.
Penantian terus memaksaku gila.
Seolah tak akan berhenti siksaan ini sebelum aku gila.
Bukankah penantian ini telah usai riwayatnya.
Kenapa ia tetap lagak berkuasa.
Sementara pedih ini tak lagi mampu bersuara.



Aku bahagia, tapi bahagiaku tak akan sama.