Selasa, 24 April 2012

Mereka Bilang . . . Cinta Itu Indah

Mereka bilang cinta itu . . . indah
Tapi buatku, semua sama saja
Selalu ada awal, diikuti dengan akhir
Ada awal yang bahagia, tragis, penuh drama dan liku
Begitu juga dengan akhir cerita
Tapi buatku, hanya ada awal yang terus berjalan menuju akhir

Lalu kenapa harus ada cerita cinta walau kita tahu akhirnya akan pisah jua
Kuhabiskan seumur hidupku untuk mencari jawabnya
Dan saat ini, jawaban yang bisa kuterima
Adalah bahwa kita mencari cinta
Karena kita tidak ingin hidup sendirian 
Kita rela tersakiti demi sentuhan dan rayuan gombal

Agar malam yang dingin terlewati dalam dekapan hangat
Agar rambut ini dibelai ketika mata barurai air kesedihan
Agar beban hidup terasa lebih ringan dipikul bersama

Mereka bilang . . . Cinta itu indah
Tapi buatku, semua sama saja
Awalnya manis, berakhir duka, derita
Mungkin mereka manusia beruntung yang berhasil menemukan pasangannya
Aku hanyalah sayatan kecil yang terus merintih disakiti cinta
Tertatih dalam bimbang, antara terus atau sudahi saja

 

Senin, 02 April 2012

Ego : Tentang Rasa

Banyak orang bilang, sakit hati lebih menyakitkan dari sakit gigi. Banyak juga yang bilang, hati yang sakit bisa membuat orang mati bunuh diri. Lalu ada juga orang-orang yang menjadi mayat hidup gara-gara sakit hati. Jiwanya terlanjur mati. Mati oleh rasa.

Bagaimana sih sebenarnya sakit hati itu jika digambarkan lewat kata-kata. Ada perasaan sesak di dada, rasa ingin menangis tapi kadang tertahan (dan bikin makin gak karuan). Lebih lega kalau bisa dikeluarkan lewat air mata. Lalu bagaimana dengan orang yang terlalu banyak mengucurkan air mata hingga bebal dan tak lagi mampu mengungkapkan perasaannya lewat rintik derita dari matanya. Orang seperti itu terpaksa mengubur dalam-dalam rasa sakit itu dalam hatinya. Terus menumpuk hingga menjadi fosil. Membunuh jiwanya perlahan dengan cara yang tak kalah kejam dari hukuman suntik mati di penjara.

Kadang rasa itu diawali dengan panas tubuh yang tiba-tiba meningkat. Mungkin karena emosi itu berwujud api, dan sedang berkobar-kobar dengan hebatnya. Perlahan menjadi sesak. Ingin teriak seperti orang gila, tapi takut dibilang gila. Ingin melampiaskan dengan marah-marah tapi tak punya lagi semangat untuk melakukannya. Ingin tidur tapi terbangun di tengah-tengah. Semua terlihat tak menarik. Terasa hampa. Hambar tak ada rasa. Tapi kenapa sakit ini memaksa untuk tampil merajai diri.

Orang yang terlalu sering disakiti kadang memiliki firasat ketika cintanya akan diakhiri. Suatu perasaan yang sama seperti ada sesuatu yang berulang dan tidak diinginkan. Hati selalu jujur pada tubuh yang dikendarainya. Seberapa sering, seberapa besar kebohongan kita untuk menutupinya, ia akan terus mengucap kebenaran tanpa pernah merasa lelah. Tapi hati yang berbicara ini seringnya tak ingin kita dengar. Kebenaran itu lebih banyak pahit daripada manisnya. Sedangkan kita sejak kecil adalah pecinta hal-hal yang manis (Aku bahkan sempat berpikir cuma orang dewasa saja yang menyukai durian pahit, bahkan mengatakan durian manis itu tidak enak).

Lalu apakah hati yang sakit itu bisa sembuh dari deritanya. Jawabannya tidak. Hati itu seperti cakram perekam ingatan yang terus diisi tanpa bisa dihapus jejaknya. Mungkin ingatan-ingatan pahit itu akan kita timpa lagi-lagi-dan-lagi dengan ingatan yang lebih baik. Tapi di dasar sana, fosil-fosil berharga itu telah mengkristal menjadi permata. Suatu ketika nanti, kita akan menggalinya kembali sebagai pembelajaran yang nilainya tiada tara.

Hati boleh sakit berkali-kali. Ingatan boleh ditimpa terus-menerus. Tapi kehidupan berlanjut setidaknya hingga ajal menjemput. Hati hanya bungkam ketika manusia tak lagi hidup. Lalu bagaimana dengan mayat hidup yang disebutkan di awal. Mayat hidup adalah manusia yang terus menyangkal isi hatinya. Mengacuhkan rasa yang membuatnya tidak nyaman. Mengacuhkan jeritan hatinya sendiri. Perlahan, ia mengacuhkan segalanya. Hidup seperti mayat yang bergerak tanpa jiwa.

Rasa adalah bukti bahwa kita masih hidup. Mengindera dengan sensor dalam tubuh kita. Menangis ketika sedih dan terluka. Tertawa ketika gembira. Ketika kita melupakan bagaimana cara melakukannya, maka kita tengah bermutasi menjadi mayat hidup yang sesungguhnya.