Rabu, 10 April 2019

In My Dreams ~Papillon



Pertama kali bertemu dengannya, gadis itu tengah berjalan dalam kegelapan yang mengelilingi antara aku dengan dirinya. Hanya sebuah lentera mungil dalam tangannya yang menjadi penerang. Dia adalah manusia pertama yang aku temui setelah kegelapan yang panjang. Aku tak mengerti tempat apa ini, begitu gelap dan dingin. Begitu sunyi hingga detak jantungku pun tak terdengar. Aku sempat berpikir apakah aku  ini masih hidup ? atau mungkin aku secara tak sadar telah mati ? Semua pertanyaan-pertanyaan itu dan berbagai pertanyaan tak penting terus aku putar dalam kepalaku, menghalau rasa takutku. Tentu saja aku takut karena sekelilingku begitu gelap hingga ujung kaki pun aku tak bisa melihatnya. Yang jelas, aku masih bernapas. Aku merasakan hembusannya di wajahku setiap kali aku melangkah maju. Aku berteriak memanggil dan  menyapa berharap akan ada yang mendengar. Nihil... Entah berapa lama, hingga muncul secercah cahaya temaram dari kejauhan. Ya, cahaya dari lentera di tangan gadis itu. Gadis aneh yang mengenakan topeng binatang dengan lentera seperti akar tanaman dengan kupu-kupu bercahaya sebagai sumber penerangan. Gadis itu mengaku bernama Naisha. Kulitnya putih pucat, dengan rambut keperakan jika dilihat dari temaram lampu. Aku tak bisa memastikannya. Matanya terlihat berwarna biru kehijauan ketika ia mengangkat lenteranya untuk melihat wajahku lebih jelas. Naisha bertanya bagaimana aku bisa sampai ke tempat ini. Aku pun bingung. Tadi aku sedang rebah di ranjang, tubuhku terasa panas dan aku ingat sepertinya berkeringat banyak sekali. Tak lama kemudian aku tertidur. ketika aku membuka mata, ternyata aku telah berdiri dalam kegelapan. Aku ketakutan dan berteriak tapi tidak ada yang mendengar. Setelah itu aku berlari entah berapa lamanya, hingga akhirnya aku menyerah dan melanjutkan dengan berjalan karena aku bahkan tidak tahu melangkah kemana. 

Gadis itu tersenyum padaku, ia berkata tenang saja karena belum waktunya aku berada di sini. Ia berjanji akan mengantar aku pulang. Entah kenapa saat itu aku percaya begitu saja. Naisha bertanya banyak hal tentang duniaku. Aku bingung, apa maksudnya. Tapi aku menceritakan keseharianku, dan dia terlihat sangat senang. Sesekali ia berbalik dengan mata berkaca-kaca seolah apa yang aku ceritakan adalah sesuatu yang mengagumkan padahal aku hanya menceritakan tentang perjalanan wisata ke kebun binatang. Naisha sepertinya begitu asing dengan dunia. Setiap kali aku bertanya tentang dirinya, Naisha selalu mengelak. Dia menuntut aku menceritakan lebih banyak lagi tentang diriku, sambil kami terus berjalan. Aku merasa jalur kami semakin lama semakin sulit. Tadi aku tidak merasakan ada kerikil yang menghalangi. Sekarang, aku sadar di sekeliling kami dipenuhi rumput dan semakin ke depan seperti memasuki hutan. Hingga paling parahnya, kami menyeberangi sungai yang tidak terdengar suara airnya padahal aku merasakan ada arus setinggi pahaku. Aku begitu takut kalau ternyata kami akan jatuh terperosok semakin dalam dan lenyap ditelan aliran sungai. Tapi Naisha meyakinkanku bahwa ia tahu betul daerah ini. Aku pun berusaha tidak menghiraukan rasa takutku karena gengsi pada keberanian gadis pemberani di hadapanku.

Setibanya di seberang sungai, aku melihat ada pendar cahaya lain dari kejauhan. Asalnya dari belakang kami, dari seberang sungai. Semakin lama semakin mendekat. Naisha menarik tanganku dan menyuruh aku untuk berlari. Ia terlihat begitu panik. Naisha bilang, itu adalah kupu-kupu kematian. Jika sampai tersentuh, aku tak akan pernah bisa kembali. Aku mulai panik dan berlari lebih kencang lagi.

Aku tidak tahu berapa lama kami berlari, yang pasti sangat lama. Aku kelelahan dan berhenti untuk menarik napas. Naisha bilang, kami sedang berada di alam bawah sadar. Dunia antara mimpi dan kenyataan. Bisa jadi lebih dalam daripada mimpi, hingga jarak yang tidak bisa ditentukan. Aku harus segera kembali ke dunia nyata sebelum 'penangkap mimpi' berwujud kupu-kupu hitam yang tadi disebut Naisha sebagai kupu-kupu kematian itu menyentuhku. Aku mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya Naisha. Kenapa dia bisa tahu begitu banyak tentang dunia ini. Apakah dia adalah malaikat pelindungku ? dia hanya tersenyum. Kami melanjutkan perjalanan tak lama kemudian. Naisha bertanya apakah aku membawa sesuatu ke dunia ini ketika aku tidur ? aku tidak mengerti apa maksudnya. Kalau yang dia maksud adalah benda terakhir yang aku pegang ketika tidur, tentu saja selimut kesayanganku. Ia kemudian bertanya di mana kira-kira benda itu sekarang. Aku bingung. Naisha kemudian mengajarkanku bagaimana cara menemukannya. Bayangkan benda itu sambil tutup mata. Saat aku menutup mata dan membayangkannya dalam keadaan mata tertutup aku melihat bintang jatuh. Ya, di situ tempat keberadaan jalan pulang, kata Naisha. Kami pun bergegas ke arah yang terlihat olehku dalam keadaan mata tertutup. Naisha yang memandu langkahku. Saat tiba di sana, aku senang sekali. Akhirnya aku bisa keluar dari dunia ini, walau aku sedih karena Naisha tak bisa ikut. Sebagai hadiah perpisahan, ia memberiku lenteranya. Tak hanya itu, ia juga memberiku topengnya. Aku sempat terkagum sejenak melihat wajah dibalik topeng itu, ternyata Naisha gadis yang cantik dan senyumnya sangat manis. Setelah itu, Naisha kemudian mengambil selimutku dan menunjukkan bagaimana cara menggunakannya untuk pulang. Tunggu dulu... Naisha... Kenapa Naisha tiba-tiba menghilang ?  

Aku ketakutan dan terus memanggil-manggil namanya. Tidak, tak mungkin... Apakah Naisha telah menipuku ? Apakah aku terjebak di dunia ini menggantikannya ? Jangan-jangan Naisha adalah pemimpi yang terjebak di sini. Tidak, aku tak mau selamanya berada di tempat ini. Bagaimana aku bisa bertahan sendirian dari kejaran kupu-kupu kematian ? Lalu bagaimana dengan diriku di dunia nyata ? Aku menangis sejadi-jadinya... tapi tidak ada yang mendengarku. Tunggu dulu, sepertinya aku mendengar suara. Ada manusia lain... Mungkinkah ?








Senin, 28 Januari 2019

Peron

Denting gelas beradu manja
Sekian detik kemesraan yang ingin dipertahankan lebih lama
Agar sekiranya peristiwa ini boleh dikenang dalam durasi panjang
Percakapan kita melaju terlalu cepat
Perpisahan, datangnya selalu terlampau awal
Sesak...
Dua bibir yang mengatup rapat
Menolak ucapkan kata pisah
Kita adalah sepasang manusia yang berharap waktu berhenti melangkah
Dua pasang mata yang membendung asa
Dua hati yang ingin tetap bersama
Hingga panggilan itu memaksa pisahkan mereka
Karena kereta tak berhenti lama