Selasa, 25 Mei 2010

Pulang

Telah berpulang satu jiwa yang lelah berperang
Melawan rintih perih jerit kehidupan penuh lara
Langkah kakinya kecil menapak debuan tanah
Lewati hari bergelut dalam amal kebajikan
Jiwanya kini berpulang

Untukmu yang kini lelap dalam angan
Tinggalkan jejak mendalam bagi kami yang tertinggal
Ketegaranmu mengangkat arti kehidupan
Ajarkan kami tuk bertahan
dalam tegar

Selamat jalan pahlawanku yang terhormat
Sisa ceritamu bangunkan semangat
Berpulanglah dengan tenang
Sekarang kami sadar
Arti kehidupan
Harus bertahan dan berjuang
Sampai berpulang



"Untuk pahlawan negara yang telah berpurang setelah lelah berperang, Ibu Ainun."

Senin, 17 Mei 2010

Mereka Bilang Cinta itu Indah





















Surat pada hati yang masih mau mendengar
Sedikit lagi keluhan hatiku yang tersisa
Seorang yang mau menampung cerita dalam otaknya
Setelah dunia memenuhinya dengan milyaran perkara untuk dicerna
Dia yang hatinya terbagi setengah untukku
Kekasih yang mengakui aku
Tapi menyangkal dirinya yang lemah
Andai sebagian bebannya terbagi padaku
Andai kau mengerti itulah arti sesungguhnya bercinta
Karena aku tak butuh penyimpan sampah
Yang meledak ketika penuh sampah


"Cinta berlabuh di antara dua hati, hatiku dan hatimu. Andai kau tahu kasihmu lah yang menjembataninya, tak akan kau putus dan biarkan cinta tenggelam di laut samsara."


Pertemuan yang singkat bukan alasan untuk menyangkal
Bahwa pertemuan adalah akar kebahagiaan
Walau hanya sebentar ia tumbuh
Walau tak sampai berbunga
Bahkan ketika bunga-bunga itu layu tak berbuah
Setidaknya ia pernah ada


Tingkat tertinggi imajinasi
adalah awan tak berwujud rupa
dan cinta
ada di tingkat yang sama


Sabtu, 08 Mei 2010

Sawang

Masih pagi saat aku bangun dari perjalanan mimpi. Bukan karena alarm yang berdering, tapi karena berisiknya berita di televisi. Aku sering nonton tv sampai pulas tertidur. Kebiasaan jelek yang sulit di ubah. Pada dasarnya, segala sesuatu yang melanggar "aturan" biasanya menyenangkan batin kita. Itulah mengapa kita sulit menghindari kegiatan tak baik itu sampai akhirnya menjadi kebiasaan. Pepatah jawanya "Witting Tresna Jalaran Saka Kulina" yang artinya "Rasa suka tumbuh karena terbiasa". Sebaliknya, kalau kita terbiasa melakukan hal positif, tentu kita juga akan hidup dalam kebiasaan itu. Sayangnya aku terlanjur menikmati gaya hidupku sendiri.

Bangun pagi juga bukan kebiasaanku, justru aku lebih sering tidur setelah pagi menjemput. Berita di TV belakangan ini membuat tidurku terganggu. Huru-hara dan berita tak guna aneka macam seperti jajanan di pinggir jalan. Murah meriah, walau belum tentu ada gunanya. Masyarakat kita hidup seperti makhluk gurun yang haus akan kubangan air. Sering kali terjebak fatamorgana. Andai kita lebih pintar dan tak perlu berjalan puluhan kilometer jauhnya hanya untuk mencapai fatamorgana. Kita cukup duduk dekat kaktus untuk mencuri titik-titik embun, yang tentu saja lebih berguna. Pandai-pandailah mencari informasi. Jangan terpengaruh oleh berita di TV yang bahkan reporternya kadang tak tahu kebenaran yang terjadi sesungguhnya. TV bukanlah media Tuhan untuk bicara tentang keberana. TV hanyalah media komersil yang butuh tumbal manusia-manusia ternama untuk menghasilkan uang. Mereka yang ternama dan sedang sial akan ditarik satu per satu untuk dijagal. Kita, konsumen yang haus berita dibuai oleh tuduhan-tuduhan tak jelas yang menggilas kehidupan seseorang. Anehnya, kita terbius dan ketagihan. Tak lagi sadar bahwa yang sedang disudutkan juga adalah manusia. Lagipula, coba sebutkan satu manusia mana yang lepas dari kesalahan. Kita adalah penikmat produk komersil itu. Ujungnya adalah uang sebagai alasan untuk kekejaman yang mengorbankan kita, manusia.

Bukan hanya berita yang menjadi masalah dalam sejarah TV Indonesia, sinetron tentang percintaan picisan yang penuh intrik murahan dengan cerita super panjang (hampir tak ada akhirnya) demi memenuhi minat pemirsa menjadi sajian memuakkan yang harus ada setiap sore tiba. Bodohnya lagi, rating mereka dikatakan meledak gara-gara pembantu yang doyan cerita-cerita murahan. Tak salah, karena selera mereka memang tak bisa ditawar lagi. Mana ada orang miskin yang senang melihat sinetron tentang kehidupan yang mereka jalani setiap hari. Tentu saja mereka ingin melihat aktor dan aktris cantik yang berperan sebagai keluarga kaya raya. Lalu pemirsa akan menonton sambil berkhayal mereka lah yang menduduki posisi aktor dan aktris tersebut. Kasihan.

Aku adalah peminat sinetron (lebih sopan kalau disebut serial) luar yang lebih banyak menyorot kehidupan sehari-hari tanpa polesan yang berlebihan. Contoh saja DAAI TV yang belum lama ini menyuguhkan drama Keluarga Parikin. Parikin dalam cerita bukanlah orang kaya dengan kendaraan mewah. Pemainnya juga bukan aktor super tampan, tapi ceritanya mampu membuat pemirsa berurai air mata. Itulah keindahan sinetron yang sesungguhnya. Memperlihatkan kenyataan bahwa kemiskinan itu bisa berubah hanya dengan keteguhan dan tindakan. Berusaha dengan cara yang jujur. Selain drama Keluarga Parikin, masih banyak lagi serial-serial Taiwan yang serupa. Andai produser dalam negeri mau mengubah haluan ke arah yang lebih baik, bukannya mengajarkan kekerasan dalam sinetron yang isinya tak lain adalah perebutan kekayaan, balas dendam, dan rebutan cinta. Lalu dari sebuah cerita singkat yang mengharukan, dipaksakan menjadi cerita panjang yang dilebih-lebihkan dengan adegan yang sama di beberapa sinetron. Kecelakaan dan lupa ingatan menjadi tren tersendiri.

Dalam sehari, berita dan cerita yang sama bisa tersiar terus menerus dari pagi hingga malam dan berlanjut hingga esok harinya. Sementara berita dari kaum miskin di pinggiran kota dianggap tak berharga dan tak layak disiarkan. Bagaimana dengan masyarakat pedalaman yang mungkin telah menemukan ramuan awet muda. Tak ada yang memperhatikan. Karena hanya orang ternama yang layak diberitakan.

Sama seperti sawang di sudut kamar ini yang makin lama makin menumpuk. Aku harus terus membersihkannya, walau sering ingin membunuh makhluk jahanam yang mengotori kamarku. Tapi toh makhluk itu hanya mencari makan. Sama seperti reporter yang terpaksa meliput demi uang bulanan. Kalau mau membinasakan reporter itu demi menghilangkan berita murahan, terlalu kejam juga.

Pada akhirnya aku hanya bisa diam, melihat laba-laba centil itu menyulam sawang perlahan untuk menjaring makan.



Nb : Sawang adalah istilah dalam bahasa jawa untuk menyebut jaring laba-laba yang mengotori sudut kamar.

Senin, 03 Mei 2010

Ahli Kunci

Zaman dahulu, di suatu kota yang jauh dari pusat kerajaan. Tenar sekali nama seorang ahli pembuat kunci hidup di sana. Tak terhitung lagi berapa banyak orang yang datang padanya untuk dibuatkan kunci. Hebatnya lagi, kunci-kunci itu dibuat bahkan jauh sebelum pencarinya datang pada pembuat kunci itu. Namanya tersohor kemana-mana, tapi dia sangat ramah dan tak sombong pada siapapun. Namanya pun sederhana seperti penampilannya. Johan. Namanya Johan, tanpa nama keluarga ataupun nama tambahan selain Johan.

Masa kecilnya tak banyak yang tahu, karena baginya masa lalu bukan untuk dibicarakan. Johan menghabiskan sebagian besar waktunya di bengkel, membuat kunci yang entah kapan pemiliknya akan datang untuk mengambil kunci-kunci tersebut. Mulai dari kunci kotak kecil hingga kunci gerbang raksasa, semua dibuatnya hingga setengah bengkel yang sangat luas itu telah terisi dengan kunci-kunci logam. Semua tersusun rapi sesuai dengan ukuran dan jenis bahannya. Johan tak pernah kesulitan mencari satu kunci dari tumpukan-tumpukan kunci itu. Ia memang teliti dan rapi. Tak ada yang melebihi cara berpikirnya yang unik. Termasuk ahli nujum istana yang penasaran dengan kemampuan Johan membuat kunci dari lubang kunci yang bahkan belum pernah dilihatnya.

Suatu hari, ahli nujum itu menguji kemampuan Johan. Di lemari kamarnya, ahli nujum itu menyimpan sebuah kotak musik kecil yang kuncinya telah ia buang ke sungai. Setelah itu, ia ingin Johan membuatkan satu kunci untuknya. Ia pun sengaja datang ke bengkel Johan tanpa memberitahukan kedatangannya yang tiba-tiba. Tapi Johan tak terlihat bingung ataupun ragu. Dengan ramah Johan mempersilakan ahli nujum itu masuk ke dalam bengkelnya, lalu mencari sebuah kunci sesuai dengan keterangan si ahli nujum. Setelah kunci itu diberikan, Johan menyampaikan sebuah pesan pada ahli nujum itu sebelum mempersilakan tamunya pulang.
"Apa yang kau cari ada di dalam kotak itu."

Tak paham jelas apa maksud pesan itu, si ahli nujum pulang dengan sedikit kesal. Kunci itu tepat sekali dengan kotak musiknya. Dengan bunyi klik pelan dan kotak itu pun terbuka. Ahli nujum itu iseng memutar beberapa kali putaran di kotak musik. Lalu musik pun terdengar. Ahli nujum itu tiba-tiba menangis, mengingat masa kecilnya dulu. Tentang keluarganya yang miskin dan terhina. Tentang ibu yang menjual anaknya yang berbakat meramal ke istana. Semua kesedihan yang tersimpan rapat dalam kotak musik itu bertahun-tahun. Ajaib, Johan bisa tahu semua itu.

Ahli nujum itu kembali pada Johan keesokannya. Ingin tahu bagaimana mungkin Johan bisa mengetahui rahasia ahli nujum itu, juga rahasia bagaimana Johan membuat kunci itu bahkan sebelum ahli nujum itu memintanya. Johan pun tak menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

"Aku tahu semua tentangmu, karena aku adalah adikmu. Dan aku pun berkemampuan sama denganmu, meramal. Setiap kunci itu kubuat berdasarkan penglihatanku, tapi bukan berarti kunci-kunci itu akan diambil dariku. Hanya mereka yang benar-benar butuh yang akan menemukanku. Andai kakak datang lebih awal, mungkin masih sempat bertemu Ibu."

dengan sedikit marah, ahli nujum itu membentak adiknya "Untuk apa aku bertemu orang yang telah menjualku. Aku bahkan tak mengenalmu. Saat itu, kau belum lahir."

"Kau beruntung dijual ke istana, apa kau tahu bahwa aku, adikmu ini tumbuh dewasa dengan cambukan pengawal istana. Dulu aku dijual jadi budak karena istana sudah punya peramal sehebat kakak. Tapi aku tak pernah membenci ibu ataupun menyalahkan kakak yang terlahir sebelum aku."

Ahli nujum itu menangis tersedu-sedu menyesali kebodohannya, rasa malu yang begitu dalam mencabik-cabik ketenarannya sebagai peramal nomor satu di istana. Bukan karena ia tak mampu meramalkan keluarganya. Ia tak mau tahu. Kemarahan yang selama ini dipendamnya telah membusuk dan menjadi sampah tanpa guna. Tak seperti adiknya yang menjalani hidup dengan hati terbuka.