Selasa, 31 Maret 2015

Terjun

Oh... hamparan mimpi yang mengurung aku dalam lelap cakrawala di luar logika
Oh... senja palsu yang menenangkan jiwaku hingga enggan melawan getaran waktu
Oh... wajah itu... yang membuatku enggan terbangun dari tidurku


Jam terus berdetak. Begitu pelan dan sopan. Tetap saja, telingaku menangkap langkah-langkah kakinya yang seolah melayang. Begitu sunyi kamar ini hingga nafasku sendiri seperti tiupan angin pertanda akan datang badai pertama di pergantian kemarau. Mataku terpejam, tapi tak kunjung mengantarkan aku pada lelap. Begitu banyak kata dan gambar melintas tanpa bisa kutahan. Begitu banyak tanya dan jawab saling beradu tanpa aku tahu ke mana arahnya. Aku hanya berusaha tidur. Aku hanya ingin lepas dari lelah dan penat berlebih ini.

Apa yang kupikirkan, aku sendiri bingung menerka-nerka. Apa yang membuatku begitu gelisah ? Tak ada penyebab pasti. Lebih tepatnya, aku bingung sendiri. Mungkin alasan-alasan di balik kegelisahan ini begitu absurd membaur dengan logika yang kupercaya. Aku sendiri hilang kendali. Ranjang ini makin panas saja rasanya. Padahal pendingin ruangan sudah menyala. Peluh pun bergulir dari dahi hingga jatuh ke bantal. Aku lelah dan butuh tidur segera. Detik-detik berganti menit dan jam pun berlomba-lomba menuju pagi buta. Yang kurasakan tetap sama.

"Aku ingin tidur... Aku lelah..." Aku mengulang kata-kata itu dalam batin.

Ya, dan akhirnya, mulai lagi. Dinding kamarku bergetar, gempa. Tapi aku tetap terpejam dan tenang. Sudah biasa.

Suara gempa semakin kencang, lalu ranjang di bawahku seperti menelan tubuhku hidup-hidup. Lalu, aku merasa seperti ditarik masuk ke dalam kolam air. Dingin, dan begitu tenang. Nafasku masih normal. Aku merasa sekelilingku semakin gelap dan semakin gelap. Tak ada lagi suara detak jam dinding. Tak ada lagi getaran gempa di dinding. Sekelilingku adalah air yang begitu tenang. Tak lama, air di sekelilingku mulai berputar. Aku terbawa dalam arusnya yang semakin kencang. Semakin kencang dan kemudian buyar. Aku merasa seperti dilempar keluar dari dalam kolam kemudian melayang ke udara. Entah semakin tinggi, atau semakin rendah. Aku tak merasakan gravitasi bumi. Tak ada rasa takut, tak ada lagi gelisah. Aku melayang di udara, entah menuju ke mana.

Ada yang bergerak di sekitarku. Aku tak tahu apa, tapi sepertinya makhluk sejenis ular berukuran besar. Aku bisa merasakan tubuhnya mengitariku. Aku bisa merasakan angin di sela-sela jemariku, di setiap celah tubuhku.

Oh... kesadaranku yang begitu rapuh hendak lepas dari raga
Oh... kehilangan ini kurasakan begitu nyaman hingga tak ada air mata
Oh... kulepas bebas semua ke alam bawah sadar

Ya, sudah waktunya. Gravitasi kembali menarikku ke bumi. Aku jatuh. Kali ini aku tahu arah jatuhku. Sama seperti malam-malam sebelumnya. Aku akan terbangun ketika menyentuh tubuhku. 

Hal pertama yang kusadari adalah aku menarik nafas dengan rakusnya. Tubuhku basah kuyup oleh keringat. Berikutnya, barulah aku membuka mata perlahan. Kamarku masih gelap. Masih begitu sunyi. Aku duduk terpaku sambil mengatur nafas. Saat sudah tenang, kupalingkan wajah melihat jam dinding yang ternyata baru melangkah ke pukul tiga dini hari.

Oh... malam begitu panjang untuk pejuang hidup yang ingin sekedar tidur dalam lelap
Oh... malam panjang letakkan aku dalam pangkuanmu dan timang aku hingga hari berganti esok
Oh... malam panjang biarkan aku terjun dalam mimpi yang kau buat begitu nyaman



Tidak ada komentar: