Jumat, 20 September 2024

Kupu-Kupu

Sekali saja adakah matamu tertuju padaku ?

Hadirku seperti angin lalu, menyejukkanmu tapi tidak menetap di hatimu. Segala upaya untuk menarik perhatianmu, hanya gesekan lembut di pipimu yang bisa kujangkau. Sementara anganmu, harapmu, masih terpaku pada kepak sayap kupu-kupu.

Andai kau bisa sejenak berpaling dari fokusmu yang terlalu mengawang-awang. Mungkin kau bisa melihat bahwa dihadapanmu adalah manusia yang sedang tergila-gila dimabuk cinta padamu. Andainya sedikit saja kau membuka hati, mungkin dia akan berusaha masuk dan menetap di sana, menanam benih cinta dan merawatnya sebaik yang dia sanggup upayakan. Sebab ia tahu, ini adalah cinta yang patut diperjuangkan. Yang dia tidak ketahui adalah berapa lama percikan kecil itu sanggup berpijar hingga pintumu dibuka.

Cinta itu memang penuh liku. Jalannya berkelok dan penuh tipu. Jika tak jeli memperhatikan, tahu-tahu sudah terlewat. Berbahagialah mereka yang dicintai. Mengejar itu melelahkan jika dilakukan sendirian. Yang mengejar pun perlu tahu batasan, bahwa cinta sebesar apa pun tak akan ada gunanya bila diserahkan untuk orang yang tidak paham artinya menghargai dan membalas dengan rasa yang sama. Bukankan menjadi budak cinta itu melelahkan ? Jadi... belajarlah untuk berhenti memaksakan diri menjadi pemuas kebahagiaan orang.

Dirimu lebih berharga dari kepak sayap kupu-kupu yang dia harapkan. Kamu adalah getaran kecil di permukaan air yang terus meluas menjadi gelombang besar. Siapa pun yang tak siap pasti kewalahan menerima cintamu yang begitu dahsyat. Percik apimu kelak akan menjadi badai api yang meleburkan segala rasa jika tidak dikendalikan. 

Maka, ketika ia masih mendambakan kepak sayap kupu-kupu, sedangkan rasa di dadamu telah berkembang lebih dulu... pergilah... sebelum cinta tahu caranya membunuh rasa.

Ruang Untuk Rindu

Rindu ini mengular panjang tak tampak lagi ujung pangkalnya. Setiap langkah kaki ini begitu pilu, bersendirian. Yang lebih menyakitkan adalah beban rasa. Tanpa kepastian. Bukankah ketulusan tak pernah mengharapkan balasan ? Apakah artinya rasa ini tidak tulus adanya ? Aku lah yang egois ternyata. Siksaan ini adalah upah dari segala upaya yang kukira atas dasar cinta. Aku hanya mencari pengisi ruang hampa dalam dada. Bukankah Rindu butuh ruang untuk bertumbuh ? Agar akar-akarnya kuat, ia tak akan hidup pada wadah yang menghimpit. Baiknya, aku memberi jarak. Setidaknya rasa ini akan selamat. Tak lagi ia pelan-pelan sekarat menunggu hilang terkikis kecewa karena pengharapannya yang tak kunjung tiba dalam genggaman. Ia kuat karena mampu berjalan sejauh ini. Tapi tidak cukup bijak untuk menyadari bahwa ia mengejar hati yang tidak sejalan.

Kamis, 12 September 2024

Carousel


Jika setiap manusia terlahir berpasang-pasangan, maka... seharusnya aku pun tak perlu takut akan selamanya sendirian. Bukankah Semesta telah menyiapkan pasanganku bahkan sebelum aku terlahir ke dunia ? Atau mungkin... Ada juga manusia-manusia yang memang dilahirkan untuk bersendirian ? Semacam lelucon Semesta. Tidak ada yang tahu pastinya seperti apa...


Seberapa sering kita mendapatkan pengalaman di luar nalar ketika bertemu orang asing dan kita merasa telah mengenalnya begitu lama. Sebuah pertemuan yang entah bagaimana---tanpa seijin kita---masuk begitu saja lewat pintu hati dan menetap di sana. Celakanya, kita sama sekali tidak ada keinginan untuk menepis perasaan aneh ini. Kita justru terlena, berharap semua ini adalah pertanda baik bahwa Semesta telah mempertemukan kita dengan belahan jiwa, yang sekali lagi, digadang-gadang sebagai sebuah janji manis Semesta untuk setiap insan di dunia. Bahwa setiap kita terlahir dengan belahan jiwa yang kelak akan bertemu dan menjadi pasangan hidup kita hingga akhir hayat. Tapi buatku, yang saat ini sudah mendekati usia senja kepala empat, Janji itu semakin ragu di telinga. Selama tiga puluh delapan tahun, aku merasakan empat kali sensasi ini. Apakah ini berarti hatiku telah salah menangkap sinyal ? Tapi sialnya, aku begitu yakin dengan perasaanku. Dari empat kali itu, ketiganya kandas seiring berjalannya waktu. Yang terakhir ini... amatlah menyedihkan. Aku jatuh cinta pada orang yang rupanya tidak punya rasa yang sama.

Andai aku memperhatikan red flag yang berkibar-kibar di hadapanku, tentu rasanya tidak akan sesakit ini. Saat pertama kita bertemu dan kamu menyampaikan bahwa aku ini hanyalah satu dari sekian banyak orang yang memilihmu lewat aplikasi, dan pertemuan ini hanyalah bentuk respon bersahabat tanpa ada niatan lebih, harusnya aku cukup sadar diri dan tidak membiarkan perasaanku terjun bebas mengarah padamu. Tapi, melihat matamu, senyummu, dan mendengar suaramu... Segala pertahananku runtuh bahkan tanpa aku sadari. Pembicaraan kita tentang beberapa topik konyol, tawa dan canda ringan yang monoton, semua itu tak ada artinya dibanding sensasi hangat yang muncul di dadaku setiap mata ini melirik padamu. Bukan, ini bukan pandangan mesum yang berharap malam ini berlanjut di ranjang. Bukan tidak mau juga, tapi ini lebih dari itu. Lebih dalam... lebih hangat... ini mungkin, cinta pada pandangan pertama. Datangnya terlalu cepat, tapi hati ini tetap menyambutnya tanpa perlu mempertanyakan ijinku.

Pernah dengar istilah "Tahi kucing rasa coklat" ?

Itulah yang terjadi selanjutnya. Segala-galanya tentangmu adalah hal terindah yang hadir di hidupku. Sapaanmu, balasan chat mu, teleponmu, ajakan makan malam, ajakan nonton, semua terasa seperti menang undian berhadiah menggiurkan. Aku terlupa bahwa ini hanyalah ajakan persahabatan tanpa niatan lebih. Mungkin bonusnya adalah penjajakan, tapi tanpa tujuan yang jelas. Buatku, ini adalah pintu menuju imajinasi liar. Ribuan harapan tercipta dalam hitungan detik. Terlalu cepat. Andai logika yang biasa kuandalkan bisa berfungsi dengan benar ketika cinta datang mengusik. Andai aku lebih sadar bahwa cinta tidak ada artinya jika datangnya hanya satu arah. Akan ada yang merasakan kecewa, dan untungnya, itu adalah aku. Untungnya ? ya, aku tidak tahu bagaimana kalau yang merasakan ini adalah kamu. Aku tidak sanggup membayangkan kamu terluka karena aku. Sebegitu besar rasa sayang ini. Seperti tersapu derasnya bendungan runtuh. Logika ini sudah hanyut terbawa arus.

Bukan salah niat baikmu, bukan salahku juga yang memilih untuk menerjemahkan semua tanda-tanda itu sesuai dengan bahasaku. Hanya waktu saja yang tidak tepat, dan rasa, yang salah alamat. Bukankah orang yang sedang jatuh cinta pasti berharap akan balasan yang sama ? wajar... dan ketika balasan itu ternyata tidak sesuai harapan. Tapi percayalah, tidak ada yang sia-sia dari sebuah pertemuan yang telah ditentukan Semesta. Selalu ada pembelajaran di sana. Sama seperti pertemuan denganmu. Aku telah belajar banyak. Belajar mengenal diriku dan perasaanku, belajar mengenal perasaanmu dan mengenalmu. Pengalaman ini membuka mataku tentang rasa. Bukankah Semesta selalu punya cara di luar logika ? Mungkin ini salah satunya. Sakit, kecewa, tapi juga penuh makna dan perlu dirasa. Orang bilang, rasa sakit akan membuat kita belajar menjadi lebih kuat. Pertumbuhan gigi pertama pun membuat bayi menangis karena sakit dan tidak nyaman. Bukankah segala sesuatu ada harganya untuk dibayarkan ? dan, yakinlah segala sakit dan kecewa ini, adalah untuk bayaran setimpal yang telah direncanakan oleh Semesta sesuai dengan skenario-Nya, yang bahkan sudah ada sebelum tubuhmu dirancang di dunia.

Suatu hari nanti di kemudian hari, aku akan duduk termenung di sebuah kafe dekat pantai, menikmati senja, memikirkan hari ini, dan bersyukur bahwa hari ini telah membawaku pada hari itu. Bahwa hari ini telah mempersiapkan aku untuk kebahagiaan yang kemudian datang pada hari itu. Perubahan yang membuat levelku telah setara dengan pasanganku yang sesungguhnya, yang telah disiapkan untukku oleh Semesta. Bahwa, kami memang tidak dipertemukan sebelum masing-masing telah benar-benar matang lahir-batin, dan Semesta mengamini pasangan ini untuk berbagi kebahagiaan bersama hingga akhir hayat. Hari itu yang menjadi penguatku untuk melewati segala pembelajaran yang makin lama makin berat dan menyakitkan. Setidaknya, aku bertumbuh dan semakin dekat dengan kebahagiaanku.

Jadi, sampai mana kita akan bertumbuh bersama ? kurasa, aku sudah siap setelah kecewa dan air mata yang kusembunyikan darimu. Bahwa, sesungguhnya, tidak ada yang perlu disembunyikan. Darimu, aku belajar menjadi jujur dan apa adanya. Bahwa, diterima atau tidak... tidak ada yang sia-sia. Karena itu juga, aku tidak akan pernah menyesal, padamu aku pernah jatuh cinta.