Senin, 03 Mei 2010

Ahli Kunci

Zaman dahulu, di suatu kota yang jauh dari pusat kerajaan. Tenar sekali nama seorang ahli pembuat kunci hidup di sana. Tak terhitung lagi berapa banyak orang yang datang padanya untuk dibuatkan kunci. Hebatnya lagi, kunci-kunci itu dibuat bahkan jauh sebelum pencarinya datang pada pembuat kunci itu. Namanya tersohor kemana-mana, tapi dia sangat ramah dan tak sombong pada siapapun. Namanya pun sederhana seperti penampilannya. Johan. Namanya Johan, tanpa nama keluarga ataupun nama tambahan selain Johan.

Masa kecilnya tak banyak yang tahu, karena baginya masa lalu bukan untuk dibicarakan. Johan menghabiskan sebagian besar waktunya di bengkel, membuat kunci yang entah kapan pemiliknya akan datang untuk mengambil kunci-kunci tersebut. Mulai dari kunci kotak kecil hingga kunci gerbang raksasa, semua dibuatnya hingga setengah bengkel yang sangat luas itu telah terisi dengan kunci-kunci logam. Semua tersusun rapi sesuai dengan ukuran dan jenis bahannya. Johan tak pernah kesulitan mencari satu kunci dari tumpukan-tumpukan kunci itu. Ia memang teliti dan rapi. Tak ada yang melebihi cara berpikirnya yang unik. Termasuk ahli nujum istana yang penasaran dengan kemampuan Johan membuat kunci dari lubang kunci yang bahkan belum pernah dilihatnya.

Suatu hari, ahli nujum itu menguji kemampuan Johan. Di lemari kamarnya, ahli nujum itu menyimpan sebuah kotak musik kecil yang kuncinya telah ia buang ke sungai. Setelah itu, ia ingin Johan membuatkan satu kunci untuknya. Ia pun sengaja datang ke bengkel Johan tanpa memberitahukan kedatangannya yang tiba-tiba. Tapi Johan tak terlihat bingung ataupun ragu. Dengan ramah Johan mempersilakan ahli nujum itu masuk ke dalam bengkelnya, lalu mencari sebuah kunci sesuai dengan keterangan si ahli nujum. Setelah kunci itu diberikan, Johan menyampaikan sebuah pesan pada ahli nujum itu sebelum mempersilakan tamunya pulang.
"Apa yang kau cari ada di dalam kotak itu."

Tak paham jelas apa maksud pesan itu, si ahli nujum pulang dengan sedikit kesal. Kunci itu tepat sekali dengan kotak musiknya. Dengan bunyi klik pelan dan kotak itu pun terbuka. Ahli nujum itu iseng memutar beberapa kali putaran di kotak musik. Lalu musik pun terdengar. Ahli nujum itu tiba-tiba menangis, mengingat masa kecilnya dulu. Tentang keluarganya yang miskin dan terhina. Tentang ibu yang menjual anaknya yang berbakat meramal ke istana. Semua kesedihan yang tersimpan rapat dalam kotak musik itu bertahun-tahun. Ajaib, Johan bisa tahu semua itu.

Ahli nujum itu kembali pada Johan keesokannya. Ingin tahu bagaimana mungkin Johan bisa mengetahui rahasia ahli nujum itu, juga rahasia bagaimana Johan membuat kunci itu bahkan sebelum ahli nujum itu memintanya. Johan pun tak menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

"Aku tahu semua tentangmu, karena aku adalah adikmu. Dan aku pun berkemampuan sama denganmu, meramal. Setiap kunci itu kubuat berdasarkan penglihatanku, tapi bukan berarti kunci-kunci itu akan diambil dariku. Hanya mereka yang benar-benar butuh yang akan menemukanku. Andai kakak datang lebih awal, mungkin masih sempat bertemu Ibu."

dengan sedikit marah, ahli nujum itu membentak adiknya "Untuk apa aku bertemu orang yang telah menjualku. Aku bahkan tak mengenalmu. Saat itu, kau belum lahir."

"Kau beruntung dijual ke istana, apa kau tahu bahwa aku, adikmu ini tumbuh dewasa dengan cambukan pengawal istana. Dulu aku dijual jadi budak karena istana sudah punya peramal sehebat kakak. Tapi aku tak pernah membenci ibu ataupun menyalahkan kakak yang terlahir sebelum aku."

Ahli nujum itu menangis tersedu-sedu menyesali kebodohannya, rasa malu yang begitu dalam mencabik-cabik ketenarannya sebagai peramal nomor satu di istana. Bukan karena ia tak mampu meramalkan keluarganya. Ia tak mau tahu. Kemarahan yang selama ini dipendamnya telah membusuk dan menjadi sampah tanpa guna. Tak seperti adiknya yang menjalani hidup dengan hati terbuka.

Tidak ada komentar: