Minggu, 11 Juli 2010

Lisa

Titik-titik air dari dinding gelap menjadi satu-satunya sumber bunyi dalam ruangan tempat Lisa di sekap. Hanya ada pendar lampu bohlam dari ruang sebelah, tempat penjahat itu tersenyum mengerikan dengan liur menitik dari ujung bibirnya. Gadis malang itu sudah satu minggu disekap seusai pulang sekolah. Tak pernah terbayang bahwa dirinya kan menjadi korban penculikan. Lebih parah lagi karena penculiknya adalah orang gila dengan pikiran yang tidak tertebak. Lisa melihatnya berubah-ubah setiap saat. Lebih sering penjahat itu duduk di kursi dengan ekspresi seperti sekarang, senyum mengerikan yang membuat Lisa merinding. Lisa, gadis berusia sebelas tahun itu ditelanjangi dan dikurung di kamar gelap yang terpisah jeruji dari ruang tempat penjahat itu duduk. Gadis itu diperlakukan seperti binatang peliharaan yang tak disayang. Satu minggu Lisa tak diberi makan dan minum. Sekarang, untuk menangis pun ia kesulitan. Kamar itu bercampur antara bau kotoran manusia, bangkai, dan pesingnya air seni. Penculik itu nampak menikmati semua yang ada di dalam ruangan. Sesekali ia pergi ke luar membawa pulang sekantung makanan tapi tak pernah membaginya sedikit pun pada Lisa. Tampaknya ia tidak benar-benar gila. Hanya terobsesi pada gadis kecil. Ia suka melihat korbannya mati kelaparan secara perlahan.

Dingin, lapar, dan ketakutan. Gadis itu meringkuk di lantai berharap akan ada belas kasihan dari penculik itu.

Hari demi hari terlewat. Gadis malang itu makin kurus dan lemas. Sadar ajalnya kian dekat tanpa harapan akan datangnya penolong ataupun belas kasihan si pelaku, Lisa hanya bisa diam menangis walau sekarang menangis pun amat sulit baginya. Bibirnya kering dan kulitnya pecah-pecah berdarah. Tubuhnya kotor dan bau kotoran. Penculik itu masih bisa makan dengan lahapnya dalam ruang penuh bau kotoran dan bangkai seperti ini. Lisa terisak kembali mengingat kebebasan terakhir yang dinikmatinya sebelum penculikan. Ia sempat mengecap es krim paling enak di sekolahnya, tertawa riang bersama teman-teman sekelas seusai sekolah. Dalam hatinya, ia bertanya-tanya apa salahnya hingga menjadi korban penculikan. Setiap saat ia berharap akan ada orang yang berhasil menemukannya atau mungkin tebusannya telah dilunasi sehingga ia boleh bebas kembali. Tapi melihat tingkah pelakunya, Lisa tahu ini bukan soal tebusan. Pelakunya hanya mencari kepuasan. Lisa tak bisa berharap terlalu banyak.

Ruangan itu terasa makin dingin dan gelap. Tapi tak lama. Seperti tertidur yang sangat nyenyak lalu terbangun dalam keadaan bugar. Lisa merasakan jemarinya terasa begitu ringan, tubuhnya juga demikian. Ia berdiri dengan kedua kakinya dengan mudah. Gadis itu segera bergegas mendekat ke pintu keluar, jeruji-jeruji besi. Tapi segera langkahnya terhenti. Ada yang aneh dengan jeruji-jeruji itu. Dari bayangan salah satu jeruji itu muncul benang berwarna putih dan berkilau temaram. Benang itu terus memanjang keluar dari dalam bayangan dan membentuk kumparan. Tak lama kemudian kumparan itu telah menyatu, membentuk sebuah balon gas. Bentuknya unik, seperti balon gas yang biasa dijual di taman bermain. Pada pangkal balon itu terdapat sebuah bulatan sebesar bola tenis. Gadis itu memperhatikan lebih dekat bola itu, yang ternyata adalah sebuah mata. Mata balon itu terbuka dan menatap lurus ke arah Lisa. Di sekeliling mata balon itu terdapat urat-urat halus yang menggeliat, warnanya sama seperti benang temaram tadi. Balon itu berbicara dengan suara anak kecil, suara seorang gadis usia sepuluh tahun. "Lisa, kenalkan. Aku Oni." Lisa kaget dan mundur mendekat ke dinding. Lalu terdengar suara di sampingnya "Tak perlu takut, Lisa. Aku dan Oni bukan penjahat." Di samping Lisa telah berdiri gadis belia yang cantik, dari tubuhnya berpendar cahaya temaram sama seperti Oni. "Aku Anna, dan kamu sudah mati."

Gadis itu bicara dengan suara tenang dan anggun, mata dan wajahnya seolah tanpa ekspresi. Tapi lebih ramah dari senyum mengerikan dari pria yang menculik Lisa. Yang jelas keduanya sama-sama tak enak dilihat. "Aku Lisa. Apa benar aku sudah mati ? Apa kalian malaikat penjemputku ?" Anna menunjuk ke arah tubuh Lisa yang tergeletak tak bernyawa di lantai. Lisa menatap tubuhnya dengan sedih. "Kami datang karena arwahmu tak bisa kembali ke Roh-Bumi. Kau harus melepas emosi yang tersisa di dunia sebelum kembali ke sana, kami akan membantumu." Oni menjelaskan maksud kedatangan mereka. "Bagaimana caranya ?"
"Sisa emosi yang tertinggal dari dunia ini adalah emosi, kamu dendam pada pria itu. Aku bisa bantu kamu menyelesaikannya. Tinggal ulurkan tanganmu, dan aku akan membantu." Anna menjelaskan. Tanpa berpikir panjang, Lisa mengulurkan tangannya menyambut tangan Anna. Sekejap itu juga Lisa menjerit kesakitan. Jari-jari tangan Lisa merekah dan memanjang, Lisa merasakan kulitnya sobek dan tulang-tulangnya mencuat keluar. Kuku-kuku tangannya meruncing dan nampak mengerikan. Rahangnya berbunyi seperti gemeretak kerikil di aspal. Sakit sekali sampai gadis itu tak berhenti menjerit. Ternyata arwah pun masih bisa merasakan sakit. "Selesaikan yang tertunda, kami akan menunggu sampai kamu puas." Anna nampaknya sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Begitu juga Oni.

Lama setelah itu, pintu ruang gelap dan lembab dibuka. Bau bangkai yang menyengat tak membatalkan niat lelaki itu untuk melangkah lebih ke dalam. Baru beberapa langkah, pintu di belakangnya tertutup dan mengunci tanpa disentuh. Bahkan manusia berjiwa sakit sepertinya masih memiliki naluri untuk takut. Tak ada yang luput dari rasa takut. Dan takut memicu mereka untuk gugup. Mata lelaki itu memburu pelaku yang tadi menutup pintu. Tak ada satu pun bayangan di ruang itu yang terlihat cukup hidup untuk dijadikan pelaku. Degup jantungnya mulai tenang, otaknya memberi bisikan-bisikan bahwa mungkin saja tadi hanya ulah angin. Tapi mana mungkin angin memutar kunci di pegangan pintu ? Belum sempat ia mendapat jawaban yang tak menyalahi logika, ia melihat sekelebat bayangan yang bergerak cepat. Tak jelas tapi nampak seperti manusia. Bau bangkai kini membuat kepalanya pening dan berkeringat dingin. Tangannya mulai gemetaran.


(wait ya . . . pergi main sama kunang-kunang di taman)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ini cerita atau baru kerangka?

-Iko-