Selasa, 20 September 2011

Akasia

"Berapa kali sudah kubilang, jangan pergi ke luar rumah saat jam sembahyang !" Ibuku menjerit histeris, mengalahkan kerasnya suara tawa Mak Lampir di tayangan Misteri Gunung Merapi.

Kali ini, tak hanya muka sangar kudapat, tapi juga satu tamparan di pipi kanan. Ibu sudah keterlaluan.

"Bu, sejak kapan sih iman boleh dipaksakan ? Aku memang anak Ibu, tapi aku bukan budak yang bisa ibu suruh-suruh." bantahanku menambah satu lagi tamparan di pipi kanan.

"Lancang kamu ! Keluar !!!" Ibu mengusirku dari rumah, dan aku tak menolak untuk pergi dari sana walau hanya bermodal pakaian yang menempel di badan saja.

Uang di saku memang tak banyak, kupakai untuk naik kendaraan umum menjauh dari rumah terkutuk itu. Yang terngiang dalam kepalaku hanya rumah nenek di kampung. Nenekku muslimah yang soleha. Ibu dulu juga muslim, tapi berganti agama sejak mengenal pria yang sekarang menjadi ayah tiriku. Ibuku dulu perempuan yang tegar. Hidup mandiri sambil membesarkan seorang anak perempuan sepertiku. Tapi ibu berubah sejak mengenal ayah tiriku. Ibu bukan lagi wanita tegar. Segala sesuatu harus mendapat restu dari ayah. Aku tak berharap mendapat makanan mewah tiga hari sekali. Aku lebih suka hidup pas-pasan berdua hanya dengan ibu.



Tidak ada komentar: