Sabtu, 08 November 2008

Jawab Sang BULAN

Suatu malam aku memandang bulan tinggi disana.
Betah aku berlama menatapnya.
Sedingin apa pun malam ini, aku tetap enggan berpaling pada hangat kasurku.
Ada kerinduan kupendam diruang terdalam benakku.
Berharap malam ini bulan akan menjawab tanyaku karena bosan kupandang.
Ya, satu minggu aku didepannya terus bertanya tanpa henti.
Satu minggu tanpa satu malam-pun kulewati tanpa menggoda bulan.
"Apa yang aku cari... kenapa tak pernah puas dengan yang ada ?"
"Apa yang aku mau... kenapa tak ada yang kurasa sempurna ?"
begitu tanyaku berulang-ulang.
Aku tak merasa bosan untuk bertanya lebih lama,
karena aku mau satu jawab dari bulan.
Malam ini...
bulan menjawabku dengan segan
"Kalian manusia memang tak pernah puas. Apa yang kalian punya akan terasa percuma bila kalian belum merasakan kehilangan. Begitu juga dengan kamu dan teman kamu dan saudara kau. Kalian semua sama. Dan kalian semua mengusik ketenanganku dengan milyaran pertanyaan dan berharap aku akan menjawab semua itu bersamaan. Egois kalian mengalahkan logika. Dan kalian bahkan berharap aku akan menjawab sementara kalian tahu akulah Bulan yang tak lebih dari kumpulan debu tanah yang tak punya organ bicara. Sadarkah kalian bahwa kalian sedang membangun mimpi yang tak kunjung habis ?"
Aku terdiam. Lalu kututup jendela kamarku, dan aku tidur.
"Kurasa aku sudah gila, tak mungkin bulan bisa bicara."

Tidak ada komentar: