Kamis, 15 April 2010

Pinang dibelah Dua

Rina dan Rani, dua gadis belia cantik. Walau nama mereka serupa, tapi keduanya berbeda dan bukan saudara. Rina gadis feminim dengan rambut panjang lurus terawat. Rani lebih tomboi dengan rambut pendek messy style. Keduanya karib sejak kecil. Sekolah di tempat yang sama, duduk di kelas yang sama dan bangku yang sama. Rumah pun di komplek yang sama. Tak heran Rina dan Rani begitu akrab. Mereka berdua sudah seperti saudara, terlalu banyak yang telah mereka bagi berdua setelah sekian lama. Bahkan pakaian dalam pun pernah mereka bagi berdua. Dasar belia, menikmati waktu yang ada. Keduanya kini duduk di bangku SMA. Hanya satu yang menjadi rahasia di antara mereka. Roni, senior mereka. Hati mereka jatuh ke ladang yang sama. Tapi keduanya tetap ingkar satu sama lain, takut saling melukai. Tapi dalam hati, mereka tetap berharap Roni akan menyirami benih cinta mereka dengan kasih sayangnya. Tentu saja hanya satu dari mereka.

Sore ini adalah jadwal belajar bersama kedua gadis belia yang dimabuk asmara. Jatahnya Rani sebagai tuan rumah. Semua sudah siap sedia, ada meja rapi lengkap dengan camilan dan minuman ringan. Rina datang agak telat, tapi tak jadi masalah. Rani sudah siap dengan buku berisi teori-teori. Rina pun tak mau kalah. Keduanya asik berbagi ilmu sambil bercanda. Seru sekali melihat mereka belajar tanpa beban. Jam enam mereka menyudahinya. Rina berkemas untuk pulang. Rani membereskan sisa camilan dan minuman ringan, lalu mengantar Rina ke pintu keluar.

Paginya mereka puas mendapat nilai maksimal saat ujian. Ibu guru membanggakan kedua gadis itu di depan kelas untuk nilai yang memuaskan. Rani dan Rina hanya bisa tersenyum, karena setengah kelas nampak iri dengan hasil belajar kedua jelita. Berkat kemarin sore nampaknya.

Makan siang pun tiba waktunya. Rina mengajak Rani makan di kantin. Lagi-lagi bakso seperti kemarin. Bukan tanpa alasan, hari Rabu Kak Roni pasti mampir ke sini. Rabu adalah hari bakso untuk Kak Roni, karena hari Rabu adalah jadwal kegiatan olah raga di kelas Kak Roni, tepat sebelum jam makan siang. Dan bakso di kantin adalah favorit Kak Roni. Rina dan Rani telah mempelajari jadwal pujaan hati mereka. Tapi ternyata bukan hanya mereka. Terbukti dengan bangku-bangku di kantin yang hampir penuh terisi oleh perawan-perawan lainnya. Tetap saja mata mereka tak perdulikan lawan, semua bagai elang menatap mangsanya. Kak Roni tetap dingin tampangnya. Sudah terbiasa ditatap oleh perempuan-perempuan buas dari berbagai kelas.

Makan siang terasa sangat cepat. Andai Kak Roni makannya lebih pelan, tentu Rina dan Rani akan punya cukup waktu untuk melukis dan membingkainya dengan indah. Imajinasi murahan setiap perawan yang kasmaran. Tetap saja tak ada tanggapan mesra dari yang dipuja. Kak Roni bergegas kembali ke kelas untuk pelajaran berikutnya, sementara setengah dari penghuni kantin lupa menyantap makan siangnya, termasuk kedua kawan kita. Sesaat mereka sadar, keduanya saling tersipu, ketahuan isi hatinya masing-masing. Usai makan siang, keduanya berpencar saling merasa salah.

Sisa jam sekolah dihabiskan dalam bisu. Sama-sama merasa tak enak karena ketahuan cintanya pada Kak Roni. Rina takut menyakiti perasaan Rani, begitu pun Rani. Malu telah membungkus rapat mulut mereka. Bahkan guru di depan kelas sempat mengira keduanya sakit atau kenapa. Sungguh tak biasanya.

Pulang sekolah, Rina buru-buru pulang dengan alasan ada keperluan. Rani tak membantahnya. Rani pun pulang sendirian. Orang rumah langsung bertanya ada apa. Dengan lancarnya Rani berbohong bahwa Rina sedang tak enak badan. Orang rumah percaya saja, karena Rani memang sungkan berbohong. Rina pun mengalami dilema yang sama. Keduanya memilih berbohong kalau menyangkut perasaan yang satu ini. Hebatnya, tanpa janjian pun mereka melakukan hal yang sama. Mendinginkan kepala di bawah pancuran. Mandi yang sangat lama, sampai-sampai orang rumah mengira mereka pingsan di kamar mandi. Keduanya baik-baik saja, hanya jiwa mereka yang sedikit terlepas dari raganya. Atau otak mereka yang tiba-tiba putus kabelnya.

Esoknya mereka berusaha nampak biasa. Dan setengah berhasil kiranya. Bahkan mereka janjian kumpul di rumah Rina untuk belajar bersama. Dan sore itu ada kue tart masing-masing sepotong ditemani teh hangat. Favorit Rani. Nampaknya disengaja oleh Rina karena merasa tak enak dengan kejadian kemarin. Keduanya kini lebih terbuka membicarakan perasaan masing-masing. Dimulai dari Rina yang memberanikan diri menanyakan perasaan Rani pada Kak Roni. Rani pun nekat mengakui. Begitu pun Rina, walau setengah cemburu tapi senang karena akhirnya mereka saling terbuka. Dua gadis itu tertawa terbahak-bahak bercanda dan terlupa tentang pelajaran sekolah. Sore yang menyenangkan bagi keduanya.

Saat pukul enam tiba, saatnya Rani pulang. Ia pun pamit. Rina mengiyakan. Saat Rani selesai berkemas, Rina mengaku bahwa dua hari yang lalu ia terlambat belajar bersama karena mengantar surat cinta pada Kak Rino. Percikan api yang membuat Rani marah besar karena telah didahului. Rina hanya bisa menangis sedih. Berharap kemarahan Rani akan luluh. Tapi tidak. Pertengkaran itu semakin hebatnya sampai-sampai piring bekas kue tart melayang saling menghantam. Rina yang feminim pun berubah buas. Rani yang memang tomboi tak segan main tangan. Kini keduanya memegang pisau kue dan saling menikam. Wajah Rina yang cantik tergores di kanan, sedang wajah Rani tergores di kiri. Keduanya seperti orang gila yang membunuh dirinya sendiri di cermin. Air mata dan darah menitik ke lantai sampai orang rumah berhasil melerai kedua perawan yang nampak kesurupan. Jeritan histeris mengiringi mobil ambulance dari rumah Rina ke rumah sakit. Bahkan di atas tandu pun keduanya nampak begitu mesra saling menarik rambut tanpa suara. Untung kamar mereka terpisah. Setelah perawat menyerah mencari cara memisahkan tangan dengan rambut keduanya, diputuskanlah bahwa masing-masing mendapat rambut sejumlah yang digenggam tangan masing-masing. Perawat menggunting rambut-rambut malang itu untuk menemani keduanya di kamar masing-masing. Kini mereka nampak seperti orang gila dengan muka penuh luka dan rambut setengah botak. Kedua tangan mereka menggenggam rambut rivalnya.

Satu malam untuk mereka sadar dari emosi mengerikan. Rani dan Rina menangis penuh sesal ketika matahari terbit menyilaukan lewat jendela. Rambut-rambut malang itu akhirnya terbebas dari cengkeraman ganas, jatuh ke lantai. Kedua karib itu saling mencari untuk meminta maaf. Mengharukan orang rumah dari kedua pihak yang semua saling menyalahkan karena tak tahu penyebabnya. Kini Rani dan Rina sama-sama tak mungkin mendapatkan Kak Roni. Dengan wajah cacat dan rambut setengah botak, bahkan monyet pun akan takut melihat mereka. Sempat-sempatnya mereka bercanda ingin merusak wajah Kak Roni agar tak ada lagi perempuan-perempuan cantik di sekolah yang akan menggodanya. Rani dan Rina menjadi gila karena cinta. Hanya persahabatan mereka yang berhasil selamat dalam kecelakann parah ini.

Setelah menjalani perawatan yang cukup panjang, Rani dan Rina sembuh dari luka-luka di wajah. Bekasnya pun sudah hilang berkat perawatan mewah. Kini keduanya tak lagi bersaing memperebutkan Kak Roni, karena sudah ada kakak beradik kaya yang baru saja pindah ke komplek mereka.


Tidak ada komentar: