Kamis, 28 Mei 2009

A Boy Who Can't Smile

Adalah dia seorang bocah yang selalu merasa kesepian bahkan ditengah keramaian sekalipun. Yang sepi bukan fisik tapi batinnya. Selalu menunggu dan menunggu hingga suatu hari nanti akan datang orang yang meramaikan suasana hatinya. Diantara teman-teman, dia bisa tersenyum lebar bahkan terbahak-bahak. Yang menyedihkan adalah ketika ia sedang sendiri. Hanya ada segaris tipis senyum dipaksa waktu berpose sendiri. Bukan karena ia tak suka foto. Tapi hatinya yang tak bahagia.


Suatu malam, bocah itu melihat seluruh koleksi foto-fotonya. semua fotonya yang seorang diri selalu tanpa senyum. Ia baru sadar sekarang, setelah sekian tahun dikumpulkannya foto-foto itu dalam folder rapih dalam pc. Menyedihkan. Tapi masih bersyukur sekarang sadar. Diambilnya kamera ponsel dan dipaksakan sebuah senyuman manis untuk masuk dalam koleksinya. Beberapa detik menahan senyum itu, terdengar bunyi klik. Kini senyum itu abadi dalam bentuk pixel di layar ponsel. Segera ia pindahkan dalam pc. Diamatinya foto itu sangat lama. Hingga tak disadarinya, sebutir air mata mengalir diikuti tetesan berikutnya... dan berikutnya. Senyum itu indah... Senyum terindah yang pernah dilihatnya. Senyum yang hilang darinya hanya karena masa lalu yang suram. Berkah yang dirampas darinya atas nama hati yang patah. Cinta memberi banyak pengaruh pada bocah ini. Cinta keluarganya yang memberi kesempatan buatnya tumbuh menjadi insan yang matang secara mental. Cinta kekasih pertama yang membuatnya hancur, terlahir kembali. Cinta kekasih keduanya dan ketiganya... dan seterusnya... hingga ia hilang kepercayaan. Cinta hanyalah soal pertemuan dan perpisahan baginya. Yang datang pasti akan pergi. Tak perlu dimengerti akan lama ataukah singkat, semua pasti terjadi. Sejak hatinya menerima kesepakatan itu, maka ia menutup diri. Disegel dengan senyumnya sendiri. Bahwa senyum tak memberi arti. Perpisahan tak memandang senyuman sebagai arti. Karena perpisahan menuntut kesedihan. Air mata. Yang sekarang tak lagi ia beri untuk cinta. Melainkan amarah. Ya... dia menangis karena marah.


Hatinya yang lemah semakin tak berdaya. Semalaman ia menangisi foto biasa. Atau lebih tepat lagi menangisi kebodohannya. Mengubur berkahnya hanya karena putus cinta. Sementara yang lain berusaha mendapatkannya. Keegoisan yang membawa derita.


Pagi pun tiba, ia meratap dibawah semburan air dingin. Meringkuk seperti perawan yang ditelanjangi paksa. Matanya merah sembab sisa tangis semalam. Sinar matanya padam dan tatapannya kosong. Tangan kirinya kini memegang sebilah cutter baru yang tajam. Tangan kanannya tergerai mengucurkan darah. Ia tak merasa... seperti boneka. Sungguh indah... Mati tanpa suara. Dan semua derita mengalir keluar bersama darah menuju lubang air menuju ke tanah. Penderitaannya habis diserap bumi.

Tidak ada komentar: