Senin, 18 Mei 2009

Susu Kacang

Aku suka susu kacang di rumah makan depan kos. Rasanya tak jauh beda dari yang biasa kuminum dirumah, buatan mama. Manisnya pas, dan tidak terasa ampasnya. Juga tidak terlalu encer kadarnya. Dingin enak, hangat pun enak. Susu kacang buatan mama memang paling enak. Entah apa rahasianya. Sering kali aku minta diajarkan resep rahasia itu, tapi selalu dianggapnya aku masih bayi di gendongan.
"Terlalu repot, kamu minum saja..." Selalu begitu jawabnya.
Aku pun tak terlalu memaksa selama susu nikmat masih bisa kudapat. Setiap aku kangen rasanya, aku selalu minta dibuatkan, tanpa memikirkan kata repot yang mama maksud. Bagiku yang penting aku mendapatkan susu yang kuminta.

Dewasa sekarang, dan aku tetap gemar susu kacang buatan mama. Bedanya, tangan mama sudah keriput sekarang. Kuperhatikan caranya meremas ampas kacang, lebih lemah dari biasanya. Kuperhatikan matanya yang renta, sebercak semangat tersisa dari seluruhnya yang ada. Keringatnya yang lelah. Tapi satu yang tak berubah, senyumnya yang merekah karena susu kacang masih didamba anaknya. Usai menguras tenaganya memeras ampas kacang, sekarang ia bersiap di depan kompor, memanaskan susu dan terus mengaduk supaya tidak menggumpal. Sepuluh menit berlalu. Tak lama kemudian empat puluh lima menit. Tangannya mulai capai, tapi wajahnya tetap tenang. Seperti pelukis yang sedang menyelesaikan karya terbaiknya. Dan aku hanya bisa diam melihat, menunggu susu siap dihidangkan.
"Tunggu sebentar ya, biarkan dingin dulu." Katanya, ketika susu sudah matang.

Usai itu, mama pergi keluar menyiram tanaman. Mama memang rajin, walau sudah cukup usia. Kerja tak pernah lepas dari kesehariannya. Ia memang tak pernah bisa diam. Hanya penyakit yang mampu membuatnya diam di ranjang. Ya, mama memang punya banyak penyakit. Kencing manis, osteoporosis, tifus, asam urat. Semua itu datang silih berganti. Tapi mama tetap kuat. Menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, menjadi istri yang baik bagi suaminya, menjadi wanit terbaik didunia.

Aku tak sabar mengambil gelas dan mengisinya dengan susu kacang buatan mama. Mulai kuisap pelan rasanya yang nikmat. Aku memanggil mama, memuji rasa susu kacangnya yang tak berubah. Masih enak seperti pertama aku ingat rasanya. Aku berjalan menyusul mama ke depan rumah. Beberapa langkah keluar pintu rumah, dan aku terkejut hingga gelas susu kacang lepas dari genggamku. Mataku tetap melihat ke arah mama bahkan ketika gelas itu pecah dibawah dan percikan susu panas mengenai kulit kaki-ku. Mama tergeletak disana, pingsan sepertinya.

Dokter di rumah sakit akhirnya memberi kabar. Mama pingsan karena lelah. Dan aku merasa bersalah. Tak lama aku hanyut terisak di pelukan mama. Maafku tak diterima. Tak perlu, katanya. Kami berdua tertawa disana, ditempat orang biasanya bersusah karena penyakitnya. Kupeluk dan kukecup keningnya. mama yang luar biasa. Yang terpenting baginya adalah anak-anaknya. Dan baru sekarang mataku terbuka betapa ia butuh disayang juga. Walau aku belum tahu bisa berbuat apa, tapi aku akan terus berusaha. Membuatnya bangga dan bahagia.


Nb: "Ma, susu kacang buatan mama emang paling enak sedunia. Tapi senyum mama bisa bikin bahagia. Terus senyum ya, ma. . ."

Tidak ada komentar: