Rabu, 24 Maret 2010

Pelangi

Mejikuhibiniu.

Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu.

Merah, Jingga dan Kuning ada dalam satu regu, Merah memberi sebagian dirinya dalam Jingga, dan Jingga memudar menjadi Kuning. Mereka bertiga adalah karakter seorang wanita feminim. Merah lebih kuat. Jingga cukup tegar. Kuning selalu riang. Kuning berusaha menerangi dunia dengan warnanya yang cerah. Tapi Kuning tak selalu bahagia. Jingga berusaha menyerupai Merah tapi tak pernah bisa. Ia sadar dirinya hanya turunan dari Merah. Sekuat apapun ia mencoba, ia selalu berada di urutan kedua. Merah adalah gembala. Saat Merah tiada, semua kehilangan arah.

Biru, Nila, dan Ungu. Warna-warna kelam yang sendu. Ketiganya kesepian dan kehilangan. Biru sosok pria yang dewasa. Pelindung dari orang yang dikasihinya. Sedangkan Nila adalah wanita yang berubah menjadi perkasa karena kehilangan pelindungnya. Naluri alami bagi setiap makhluk untuk melindungi diri dan orang-orang yang dikasihi. Nila menjadi kuat bukan karena suka. Ungu adalah penopang semua warna. Sekali ia lemah, semua akan jatuh ke tanah.

Hijau ada diantara kedua kelompok warna. Ia menjadi pemilah yang bingung harus kemana. Hijau tumbuh menjadi makhluk yang tak jelas kemauannya. Kadang ia hangat seperti Kuning yang kadang lemah. Kadang ia dingin seperti Biru yang kelam. Hijau ada dalam dunianya sendiri. Memilih jauh dari kedua sisi. Ia berada tepat di tengah-tengah untuk menilai. Hijau ada di sana bukan atas kemauannya. Ia lebih memilih lepas dari susunan warna.

Kalau pelangi tak punya warna, mungkin kita tak akan suka. Kalau pelangi tak lengkap warna, mungkin tak seimbang kelihatannya. Merah dan Ungu melahirkan warna-warna dalam keluarganya. Tapi tak tahu untuk apa. Saat Merah menghilang dari barisan warna, Ungu pun melemah. Sisa warna menjadi korban penciptaan tanpa makna. Keluarga warna mulai terpecah belah. Mencari kebahagiaan yang tak tahu letaknya dimana. Semua warna berusaha kembali menjadi barisan indah, tapi tak mungkin bila tak lengkap warnanya. Semua hilang keyakinan bahwa di ujung pelangi ada kebahagiaan. Mereka pun berhenti mencari. Menyerah pada nasib. Tak mau mencoba mencari pengganti. Perlahan warna-warna itu mati.

Pelangi tak pernah berujung ke bumi. Sejauh apapun kita berlari, kita hanya mengejar ilusi. Kotak kebahagiaan di ujung pelangi sesungguhnya hanya kiasan. Bahwa sesungguhnya kebahagiaan itu begitu dekat dengan kita sekarang. Mungkin dengan melihat lebih dekat, kita bisa menemukan. Andai Jingga tahu ia memiliki Merah dalam dirinya, dan Kuning sadar ia sewarna dengan matahari yang pasti kembali setelah gelapnya malam terlewat. Hijau pun bebas memilih kemana ia suka. Tak ada siapapun memaksanya harus ikut kemana. Biru tak selalu kokoh. Seperti langit yang kadang mendung. Air laut pun bisa surut. Nila yang dijauhi dunia karena sifatnya, andai Nila tahu bahwa dirinya indah dan pantas bahagia. Ungu tak sendirian. Ia tak pernah sendirian kalau saja ia punya rasa memiliki warna-warna yang diberikan Merah padanya.

Pelangi Tuhan memang indah
Siapa pun pasti terpana
Tapi hati yang sedang menatap warnanya
Belum tentu bahagia

Tidak ada komentar: