Rabu, 03 Maret 2010

Pohon Ara

Senja di batas kota
Pohon Ara di tengah sabana
Kemarau atau hujan
Ia tak berubah
Sekekal kisahnya
Berbekas dalam di jantung kota



Di tengah padang rumput di luar batas kota, terdapat sabana. Hamparan luas rumput bergoyang di musim yang tepat. Harum rerumputan tercium jejaknya sampai kedepan rumah tinggalku. Pada saat itulah nenek sering mengulang cerita tentang sebatang pohon ara berbentuk aneh yang berada tepat di tengah-tengah sabana. Nenek bercerita bahwa pohon ara itu merupakan pohon kenangannya dengan kakekku. Bahkan nenek buyutku bertemu dengan pasangannya di tempat yang sama. Sayang aku tak sempat melihat keindahan pohon itu. Begitu pun nenekku. Mungkin akan kuceritakan padamu untuk kau dongengkan sewaktu mengantar tidur anak-anakmu.

Nenek buyutku masih belia ketika itu. Pohon ara menjadi tempat favorit untuk kaum muda berpacaran. Siang hari ketika tiba waktu istirahat dari bekerja, Nenek buyutku rutin bertemu kekasihnya di bawah pohon Ara. Daunnya rindang, ditemani angin sepoi dan harum rerumputan. Suasana romantis tak sulit diciptakan. Kedua insan yang kasmaran ini berjanji sehidup semati di sana. Di bawah pohon ara.

Tak lama kemudian mereka menikah. Lalu nenek buyutku mengandung nenekku. Setiap akhir pekan nenek buyutku piknik bersama suaminya di bawah pohon ara. Bahkan setelah nenekku lahir, rutinitas itu tak berubah. Hingga pada suatu malam di kemarau yang panjang, sekelompok anak muda berkemah di bawah pohon, mereka terlalu muda untuk mengerti arti pesta yang sebenarnya. Secara tak sengaja mereka membakar pohon itu sambil bersorak riang. Yang terlintas di benak mereka saat itu hanyalah kesenangan. Sensasi. Mereka belum mengenal konsekuensi. Keesokannya nenek buyutku menangis histeris seolah ia telah kehilangan sebagian dirinya di bawah sisa pohon ara. Butuh waktu yang lama sebelum nenek buyutku kembali tersenyum. Dan kota kami tak pernah sama. Tak pernah lagi sama.

Beberapa musim berganti. Pohon itu bertahan rupanya. Ia berkeras hati menumbuhkan diri. Walau pada akhirnya, ia menyerah dan tak lagi berusaha. hanya batang yang nampak aneh tanpa daun-daunnya. Rantingnya pun menjulang ke langit seperti tangan yang berusaha menggapai surga. Wujudnya sangat menyedihkan, membuat penduduk kota ngeri untuk sekedar duduk di dekatnya. Tapi beda dengan nenek buyutku yang kadang menghampirinya pada malam hari, sekedar duduk menyentuh lembut akar-akar pohon itu, atau memeluknya sambil membisikkan sesuatu. Nenek buyutku tak pernah memberitahu apa yang ia bisikkan, bahkan kepada suaminya sekalipun.

Penduduk sekitar sering merasa aneh dengan kebiasaan nenek buyutku, mereka mulai membicarakannya. Pohon itu terkenal angker, apalagi semenjak ada tetangga kami yang mendengar tangisan anak kecil dari arah pohon itu. Menurut mereka, kadang terlihat sesosok anak kecil yang mengintip dari balik akar-akar pohon. Lalu pada malam hari sering terdengar suara anak kecil bermain dan tertawa dari arah pohon itu. Tapi nenek buyutku tak takut, bahkan sering terlihat membawa manisan pada malam hari dan berjalan ke arah pohon ara. Nenek buyutku mulai digunjing.

Kakek buyutku tak mampu menghentikan kebiasaan istrinya. Setiap kali dilarang, nenek buyutku akan terlihat sendu. Senyumnya akan menguap jauh sebelum akhirnya ia diijinkan pergi ke sana. Misteri ini tak terpecahkan bahkan hingga nenekku dijemput malaikat maut. Ia meninggalkan wasiat untuk terus menjaga pohon itu. Bahkan meminta nenekku untuk melanjutkan apa yang selama ini dilakukannya. Suatu malam tak lama setelah kepergian nenek buyutku, akhirnya kakek buyutku untuk pertama kalinya membawa permen untuk diletakkan di dekat pohon ara. Hamparan rumput di sana sangat hijau dan subur. Tapi anehnya, ada lingkaran tanah kosong yang mengelilingi pohon itu, nampak seolah pohon itu begitu kesepian. Kakek buyutku meletakkan permen itu dan berbalik untuk pulang. Ketika ia mengengok ke belakang, ia yakin telah melihat roh pohon ara berwujud gadis kecil sedang berterima kasih padanya, dan tepat disampingnya adalah roh nenek buyutku yang sedang tersenyum dan melambai padanya. Air mata pun menitik dari kedua mata renta kakek buyutku. Sejak itu, kakek buyutku sering bermain ke bawah pohon ara, untuk sekedar duduk dan merenung, atau kadang membawa bekal siangnya kesana. Ketika itu nenekku tengah jatuh cinta. Kakekku adalah pendatang di kota kami. Nenekku bertemu dengannya pada musim kemarau. Ketika itu kakekku datang dan membuka sebuah toko kelontong. Tokonya cukup laris karena barang yang dijual adalah kebutuhan sehari-hari dan harganya pun murah. Setelah cukup sering bertatap muka akhirnya mereka memutuskan untuk berkencan. Pada kencan pertama mereka pergi ke pohon ara. Nenek menceritakan semua kisah tentang pohon kenangan tersebut. Kakekku pun sayang pada pohon itu. Tak lama kemudian mereka pun menikah dan melahirkan ayahku.

Saat ayahku berumur lima tahun, kakek buyutku meninggal. Ia mewariskan rumah dan wasiat yang sama dengan nenek buyutku. Nenekku awalnya tak tahu tentang roh pohon ara. Hingga pada suatu senja ia merasa begitu merindukan kedua orang tua-nya. Nenekku menangis hingga tertidur dan bermimpi di bawah pohon itu. Ia bermimpi ayah dan ibunya begitu bahagia, bermain dengan roh pohon ara. Sejak itu nenek pun mengerti akan wasiat yang diberikan padanya.

Sekarang, umurku sebelas tahun. nenek sering mengajakku ke pohon ara. Dan aku pernah melihat roh pohon itu. Ia terlihat kesepian. Pohon itu telah terbakar dengan sangat hebatnya. Seperti gadis cantik yang tiba-tiba menjadi buruk rupa. Pohon ara begitu kesepian hingga roh-nya muncul dalam wujud anak kecil untuk mencari teman. Tapi sayang sekali penduduk kota malah ketakutan dan menghindari pohon kesepian itu.

Keajaiban tak pernah jauh darinya. Pohon ara sadar masih ada orang yang sayang padanya. Saat musim hujan tiba, aku sempat melihat ia mulai berusaha tumbuh. ada daun kecil mulai nampak. Roh pohon pun makin jarang terlihat. Ia semakin samar dan tak lama lagi akan menghilang, karena pohon ini, pohon kenangan kami ini, sekali lagi akan bangkit menumbuhkan cerita-cerita baru di kota kami. Pohon ara ini akan tumbuh menjadi pohon kenanganku.

Cerita ini akan didengar oleh seluruh anak di kota kami, karena aku mendongengkannya untuk mereka di bawah pohon ara.



Tidak ada komentar: